Pages

Kamis, 04 Agustus 2011

MENGATASI KONFLIK DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

konflik yang terjadi dalam sebuah manajemen tidak selalu harus diartika negatif, bisa jadi konflik itu memang sengaja dimunculkan untuk menciptakan dinamika dalam majanemen. dengan tujuan meningkatkan etos kerja dan daya saing antar pegawai.
A. PENGERTIAN KONFLIK
Sebagai makhluk sosial, sejumlah individu akan berkumpul membentuk kelompok tertentu berdasarkan kesamaan, misalnya kesamaan dalam hal tujuan, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, pengalaman,rasial dan kesukaan (hobi). Sejumlah kesamaan tersebut, pada saatnya akan menumbuhkan ikatan perasaan senasib sepenanggungan, yang akhirnya berkumpul dan mengadakan ikatan tertentu dalam bentuk kelompok khusus. Mereka memberi nama bagi masing-masing kelompoknya, agar bisa membedakan dari yang lain. Setiap anggota kelompok merasa saling membutuhkan untuk bertukar pikiran, berbagi rasa, dan menampilkan kekuatan potensialnya masing-masing. Di antara anggota akan tampil seseorang yang paling menonjol, untuk selanjutnya menjadi seorang pemimpin yang akan membawa dan mempengaruhi anggota kelompoknya ke arah yang diinginkan. Sementara itu, anggota lainnya akan segera mengambil perannya sebagai anggota kelompok. Inilah embrio bagi tumbuhnya organisasi-organisasi yang lebih profesional. Agar setiap organisasi berfungsi secara efektif, individu dan kelompok yang saling bergantung harus membentuk hubungan kerja dalam lingkungan batas organisasi, di antara orang-orang secara individual dan diantara kelompok. Individu dan kelompok dapat bergantung satu sama lain untuk memperoleh informasi, bantuan atau tindakan yang terkoordinasi. Ketergantungan semacam itu dapat membantu perkembangan kerja sama dan konflik. Terdapat perbedaan pandangan para pakar dalam mengartikan konflik. Setidaknya ada tiga kelompok pendekatan dalam mengartikan konflik, yaitu pendekatan individu, pendekatan organisasi, dan pendekatan sosial.
Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan individu antara lain dikemukakan oleh Ruchyat dan Winardi. Ruchyat mengemukakan konflik individu adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang. Senada dengan pendapat ini Winardi mengemukakan konflik individu adalah konflik yang terjadi dalam individu yang berangkutan. Hal ini terjadi jika individu: (1) harus memilih antara dua macam alternatif positif dan yang sama-sama memiliki daya tarik yang sama, (2) harus memilih antara dua macam alternatif negatif yang sama tidak memiliki daya tarik sama sekali, dan (3) harus mengambil keputusan sehubungan dengan sebuah alternatif yang memiliki konsekuensi positif maupun negatif yang berkaitan dengannya.
Pengertian konflik yang mengacu pada pendekatan sosial adalah seperti yang dikemukakan aleh Cummings dan Alisjahbana. Cummings mendefinisikan konflik sebagai suatu proses interaksi sosial, dimana dua orang atau lebih, atau dua kelompok atau lebih berbeda atau bertentangan dalam pendapat dan tujuan mereka. Alisjahbana mengartikan konflik sebagai perbedaan pendapat dan pandangan di antara kelompok-kelompok massyarakat yang akan mencapai nilai yang sama.
Pengertian konflik yang mengacu kepada pendekatan organisasi antara lain dikemukakan oleh para pakarberikut. Luthans mengartikan konflik sebagai ketidak sesuaian nilai atau tujuan antara anggota kelompok organisasi. Dubrint mengartikan konflik sebagai pertentangan antara individu atau kelompok yang dapat meningkatkan ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan. Sedangkan A.F Stoner menyatakan bahwa konflik organisasi adalah perbedaan pendapat antara dua atau lebih banyak anggota organisasi atau kelompok, karena harus membagi sumberdaya yang langka atau aktifitas kerja dan/atau pandangan yang berbeda.
Para anggota organisasi, atau submit-submit dalam rangka ketidaksesuaian paham mereka, berupaya agar supaya kausa mereka sendiri ataupun pandangan mereka sendiri lebih unggul dibandingkan dengan kausa ataupun pandangan pihak lain.
Merujuk dari semua definisi yang disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa konflik merupakan suatu situasi penuh pertentangan yang menimbulkan tindakan-tindakan bermusuhan atau balas membalas.
Definisi yang dikemukakan oleh Hellriegel dan Slocum, menunjukkan adanya tiga macam tipe dasar konflik sebagai berikut:
1. Konflik tujuan (goal conflict), yang terjadi apabila hasil akhir yang diinginkan atau hasil yang diprefensi, tidak bersifat kompatibel.
2. Konflik kognitif (cognitive conflict), yang muncul, apabila individu-individu menyadari bahwa pemikiran mereka atau ide-ide mereka tidak konsisten saatu sama lain.
3. Konflik efektif, yang muncul apabila perasaan-perasaan atau emosi-emosi tidak kompatibel satu sama lain.
Stephen P. Robbins, menyatakan tiga macam madzhab pemikiran tentang konflik sebagai berikut:
1. Pandangan Tradisional
Pandangan yang dini tentang konflik adalah bahwa semua konflik buruk. Konflik dipandang secara negatif, dan ia seringkali dinyatakan sinonim dengan kekerasan, destruktif dan irisionalitas guna memperkuat konotasi negatifnya. Perdefinisi konflik di anggap merugikan dan konflik perlu dihindari. Pandangan tersebut memberikan suatu pendekatan sederhana dengan memperhatikan prilaku orang-orang yang menciptakan konflik. Mengingat bahwa semua konflik harus dihindari, maka kita hanya mengarahkan perhatian kita terhadap kausa konflik dan kemudian memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada, dalam upaya memperbaikikinerja kelompok dan kinerja keorganisasian.
2. Pandangan Hubungan Antarmanusia
Para penganut madzhab ini beranggapan bahwa konflik merupakan suatu kejadian yang alamiah yang dapat terjadi pada semua kelompok dan organisasi yang ada. Maka, oleh karena di anggap bahwa konflik itu tidak dapat dihindari, mazdhab ini menganjurkan diterimanya konflik sebagai sesuatu hal yang wajar. Mereka merasionalisasi eksistensi konflik. Konflik tidak dapat ditiadakan, dan bahakan pada saat-saat tertentu, konflik menguntungkan kinerja suatu kelompok (kerja). Mazdhab ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun 1940 hingga pertengahan tahun 70-an.
3. Pandangan Interaksionis
Pandangan yang dewasa ini banyak diterima tentang konflik adalah perspektif interaksionis. Seperti diketahui, pendekatan hubungan antarmanusia menerima konflik, tetapi, pendekatan interaksionis menganjurkan konflik berdasarkan alasan bahwa sebuah kelompok yang harmiionis, penuh kedamaian, yang tenang, serta yang bekerjasama, cenderung berkembang menjadi kelompok statik, apatik, dan tidak memberikan reaksi apa-apa terhaddap kebutuhan akan perubahan dan inovasi.
Sumbangsih utama pendekatan interaksionis adlah bahwa ia merangsang para pemimpin kelompok untuk mempertahankan suatu tingkat konflik minimum yang berkelanjutyan, yang cukup merangsang kelompok yang bersangkutan untuk bertahan, dapat mengkritik diri sendiri dan bersifat kreatif. Apabila kita mengikuti pandangan kaum interaksionis, maka kiranya jelas bahwa pernyataan semua konflik baik, ataupun semua konflik buruk tidak tepat, dan ia besifat naif. Apakah suatu konflik buruk atau baik, tergantung dari tipe konflik yang muncul. Kita perlu membedakan adanya konflik fungsional dan konflik disfungsional. Sudah menjadi kodrat alam bahwa dalam setiap pergaulan pasti terjadi kesalahan dan kekhilafan. Karena manusia memang tempatnya salah dan khilaf. Oleh karena itu, konflik merupakan proses yang alamiah yang terjadi dalam sebuah lembaga sekaligus merupakan dinamika lembga dan kehidupan pribadi anggota lembaga. Degan demikian konflik selalu terjadi dalam kelompok ataupun individu.
Konflik memiliki banyak bentuk, yaitu ada lima:
1. Konflik dengan diri sendiri (konflik dengan hati nurani sendiri) atau konflik interpersonal.
2. Konflik diri dengan seseorang (antarpersonal).
3. Konflik diri sendiri dengan kelompok.
4. Konflik kelompok dengan kelompok dalam satu lembaga (intergroup).
5. Kelompok antar lembaga (antargroup).

B. SUMBER-SUMBER KONFLIK
Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah danterjadi bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu-individu menafsirkan, mempersepsi, dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan kerjanya.
Kajian mengenai penyebab atau sumber-sumber konflik dalam organisasi ddimaksudkan sebagai dasar pertimbangan bagi pimpinan organisasi khususnya para pemimpin lembaga pendidikan dalam mengendalikan konflik. Apabila berbagai konflik dikelola secara baik, maka konflik dapat dimanfaatkan sebagai media untuk mengkritisi kinerja organisasi. Dengan demikian keberadaan konflik tidak prlu dipandang sebagai peristiwa yang merisaukan bagi pimpinan, tetapi justru dengan munculnya konflik, organisasi menjadi dinamis.
Winardi mengemukakan beberapa hal yang menjadi sumber terjadinya konflik dalam organisasi, yaitu :
1. Interdependensi Arus Kerja (Work-Flow Interdependence)
Kita mengetahui, bahwa suatu organisasi harus di-manage sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian interdependen, yang masing-masing melaksanakan fungsi-fungsi khusus, tetapi terkoordinasi dalam wujud pembagian kerja. Andaikata interdependensi arus kerja adalah demikian rupa hingga seseorang atau kelompok harus mengandalkan diri pada kontribusi-kontribusi tugas dari pihak lain untuk melaksanakan tugas mereka, maka kondisi-kondisi yang muncul matang untuk terjadinya konflik.
2. Asimetri (Asymetry)
Terdapat adanya asimetri pada hubungan-hubungan kerja, apabila satu pihak sangat berbeda dalam kekuasaan, nilai-nilai, dan atau status dibandingkan dengan pihak lain, dengan siapa ia secara teratur berinteraksi. Konflik karena asimetri cenderung terjadi, apabila seseorang yang memiliki kekuasaan rendah memerlukan bantuan, orang yang memiliki kekuasaan tinggi yang tidak bereaksi terhadap permintaan tersebut dan apabila yang memiliki nilai-nilai yang secara dramatik berbeda sekali dipaksa untuk bekerjasama melaksanakan suatu tugas atau apabila seseorang yang berstatus tinggi diharuskan untuk berinteraksi dengan dan mungkin tergantung pada pihak lain yang bersattus lebih rendah. Sebuah contoh umun tentang kasus terakhir adalah apabila seorang menejer dpaksa untuk berhubungan dengan menejer lain hanya melalui sekretarisnya.
3. Ambiguitas Peranan (Role Ambiguity or Domain Ambiguity)
Kurangya pengarahan yang cukup atau kejelasan tujuan-tujuan serta tugas-tugas bagi orang-orang dalam peranan kerja mereka dapat menyebabkan timbulnya situasi penuh stres dan yang cenderung menimbulkan konflik. Pada tingkat kelompok atau departemen, hal tersebut seringkali muncul sebagai ambiguitas domain-domain atau jurisdiksi-jurisdiksi. Maksudnya, dua kelompok cenderung berkonflik apabila tidak ada satu pun di antara mereka memahami siapa yang bertanggung jawab terhadap apa.
4. Kelangkaan Sumber Daya (Resource Scarcity)
Kebutuhan-kebutuhan aktual atau yang dipersepsi persaingan mendapatkan sumber-sumber daya langka, menyebabkab hubungan-hubungan kerja antara individu-individu dan atau kelompok-kelompok cenderung mengalami konflik. Hal tersebut terutama relevan bagi setiap individu-individu atau kelompok-kelompok yang berada dalam organisasi-organisasi yang sedang mengalami kemunduran, berbeda dengan organisasi-organisasi yang sedang berkembang.
Sumber-sumber daya biasanya langka dalam masa mundurnya suatu organisasi, dengan akibat bahwa serringkali terjadi pemotongan-pemotongan atau pengurangan-pengurangan (budget). Mengingat bahwa berbagai orang atau kelompok-kelompok berupaya untuk memposisikan diri mereka demikian rupa, sehingga mereka dapat meraih bagian maksimum ddari perbedaan sumber-sumber daya yang ada, maka pihak lain akan menentangnya atau melaksanakan tindakan-tindakan kontra guna mempertahankan kepentingan mereka masing-masing. Sumber-sumber daya bersifat esensial bagi ketahanan dan kemakmuran individu-individu dan kelompok-kelompok di dalam organisasi-organisasi. Akibatnya adlah kelangkaan sumber daya seringkali menyebabkan timbulnya konflik.
Robins mengemukakan ada empat faktor yang menyebabkan konflik kelompok: saling ketergantungan kerja, perbedaan tujuan, perbedaan persepsi, dan tuntutan yang akan membedakan suatu spesialis.

C. MODEL PENYELESAIAN KONFLIK
Winardi berpendapat bahwa, manejemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan: (1) Menstimulasi konflik, (2) Mengurangi atau menekan konflik, dan (3) Menyelesaikan konflik.
Stimulasi konflik diperlukan pada saat unit-unit kerja mengalami penurunan produktivitas atau terdapat kelompok-kelompok yang belum memenuhi standar kerja yang ditetapkan. Metode yang dilakukan dalam menstimulasi konflik yaitu:
a. Memasukkan anggota yang memiliki sikap, prilaku serta pandangan yang berbeda dengan norma-norma yang berlaku.
b. Merestrukturisasi organisasi terutama rotasi jabatan dan pembagian tugas-tugas baru.
c. Menyampaikan informasi yang bertentangan dengan kebiasaan yang di alami
d. Meningkatkan persaingan dengan cara menawarkan insentif,promosi jabatan ataupun penghargaan lainnya.
e. Memilih pimpinan baru yang lebih demokratis.
Tindakan mengurangi konflik dilakukan apabila tingkat konflik tinggi dan menjurus pada tindakan destruktif disertai penurunan produktivitas kerja di tiap unit/bagian. Metode pengurangan konflik dengan jalan mensubstitusi tujuan-tujuan yang dapat diterima oleh kelompok-kelompok yang sedang konflik, menghadapkan tantangan baru kepada kedua belah pihak agar dihadapi secara bersama, dan memberikan tugas yang harus dikerjakan bersama sehingga timbul sikap persahabatan antara anggota-anggota kelompok.
Penyelesaian konflik (conflict resolution) merupakan tindakan yang dilakukan pimpinan organisasi dalam menghadapi pihak-pihak yang sedang berkonflik. Metode penyelesaian konflik yang paling banyak digunakan menurut Winardi adalah dominasi, kompromis, dan pemecahan problem secara integratif. Setiap pimpinan organisasi berbeda dalam merespon/menanggapi konflik. Teori tentang prilaku konflik (conflict behavior) disimpulkan oleh Blake dan Mouton, Filley, Hall, Thomas dan Kilmann terdapat lima macam cara orang menanggaapi konflik yaitu: menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi dan bekerja sama.
Menghindari, merupakan salah satu reaksi terhadap konflik yaitu salah satu ataulah kedua belah pihak berupaya tidak terlibat dengan masalah-masalah yang dapat menimbulkan perbedaan atau pertentangan. Sebagian orang menyukai menghindar dari konflik, pengalaman menyakitkan yang pernah dialami oleh individu maupun kelompok membuat mereka ingin menarik diri dari konflik. Kecenderungan untuk menghindari konflik dapat juga didasarkan pada suatu pandangan bahwa konflik merupakan tindakan yang bijaksana ketika isu konflik tidak penting dan dampak negatif lebih besar daripada manfaat/keuntungannya. Untuk merubah sikap orang lain tidaklah mudah, maka teknik menghindar dari konflik dapat memberikan kesempatan pihak lain untuk berpikir/menyegarkan ingatan dan mencari informasi lebih banyak tentang masalah yang dipertentangkan. Teknik menghindar dari konflik menjadi lebih baik apabila pihak lain dapat memecahkan masalah lebih efektif.
Mengakomodasi, berarti mengalah terhadap berbagai kehendak/kemauan orang lain. Akomodasi dapat berarti memelihara suatu hubungan dengan pihak lain, atau suatu usaha memadukan orang-orang yang terpisah. Menyerahkan keputusan kepada pihak lain dirasakan lebih baik daripada mengambil resiko untuk mengasingkan orang lain. Nilai yang diyakini oleh akomodator bahwa konflik bermakna negatif dan merugikan. Teknik akomodasi merupakan suatu itikad baik jika salah satu pihak merasa salah dan mengijinkan pihak lain untuk melaksanakan keinginannya. Akomodasi dijadikan alternatif untuk menanggapi konflik apabila ingin menjaga hubungan baik.
Kompetisi, atau persaingan adalah suatu bentuk perjuangan secara damai yang terjadi apabila dua pihak berlomba untuk berebut mencapai suatu tujuan yang sama. Kompetisi dapat bersifat merugikan apabila perjuangan individu atau kelompok dalam mengejar berbagai keinginan dengan mengorbankan pihak lain.konflik di pandang sebagai suatu permainan untuk dimenangkan. Masing-masing pihak merasakan bahwa harus ada pemenang dan yang dikalahkan dalam suatu konflik. Pihak yang bersaing menggunakan berbagai strategi untuk memenangkan persaingan berupa ancaman, argumentasi atau bujukan. Persaingan dapat berjalan secara teratur dan jujur apabila kedua belah pihak mengakui norma-norma untuk melakukan persaingan secara adil. Tanpa aturan yang jelas, maka persaingan mudah berkembang menjadi pertikaian yang tidak dapat dikendalikan.
Kompromi, merupakan reaksi terhadap konflik dengan cara mencari jalan tengah yang dapat diterima oleh pihak-pihak yang terlibat. Masing-masing pihak mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian penyelisihan. Sikap yang diperlukan agar dapat me;aksanakan kompromi adalah satu pihak yang bersedia merasakan dan mengerti keadaan pihak lain. Kedua kubu tidak ada yang menang atau yang kalah, masing-masing memberi kelonggaran atau konsesi. Kedua pihak mendapatkan apa yang diinginkan tetapi tidak penuh, dan kehilangan tetapi tidak seluruhnya.
Kolaborasi, atau kerjasama adalah kesediaan untuk menerima kebutuhan pihak lain. Dalam kolaborasi adda peluang untuk memenuhi kepentingan kedua belah pihak di dalam konflik. Kerjasama /kolaborasi sangat berguna jika masing-masing pihak yang sedang konflik mempunyai tujuan yang berbeda dan kompromi tidak mungkin dilakukan. Cara kolaborasi memungkinkan kedua belah pihak yang terlibat konflik bekerjasama dan mencari pemecahan masalah secara tuntas dan memuaskan. Tujuan kolaborasi adalah untuk mendapatkan keinginan ari masing-masing kelompok, sehingga kedua belah pihak menang dan tidak ada yang dikalahkan. Karena itu dapat memperkuat hubungan dan menimbulkan rasa saling menghormati pada kedua belah pihak.

2 komentar:

Anonim mengatakan...

membantu sekali

sabah orist. mengatakan...

PRILAKU KONFLIK DALAM DUNIA PENDIDIKAN KITA MASIH SANGAT DI ABAIKAN PARA GURU. SEKOLAH AKHIRNYA SERING MEWARISKAN KONFLIK NEGATIF PADA SISWA DAN ORANGTUA.

Posting Komentar