Pages

Rabu, 03 Agustus 2011

Nisha dan Mereka

Nisha dan Mereka
“Hah?? Digusur??”
Nisha terbelalak kaget.
“ Iya, neng. Tadi si Asep dari kota, katanya ada yang bilang kalo tempat ini mau digusur, katanya mau dibangun..eng...apa ya...”
Kang hadi mencoba mengingat-ingat nama tempat yang tadi diberitahukan Asep kepadanya.
“Ah, mol neng. Iya saya inget namanya teh mol gthu, orang-orang kaya itu mau bikin mol disini”.
Nisha mengepalkan tangan geram, giginya bergemeletuk menahan marah.
Dia tidak mungkin rela begitu saja tempat ini di gusur. Dua tahun ia merintis, dan membangun tempat ini. Susah payah ia mengumpulkan uang untuk mewujudkan tempat impian ini. Sebuah perumahan kecil di belakang gedung besar di pinggiran kota jakarta. Rumah petak yang terbuat dari papan kayu, ada sekitar delapn rumah yang di bangun disini. Semua penghuninya adalah para pengemis, pengamen, gelandangan, pedagang asongan. Mereka yang tidak ounya tempat tinggal di tampung disni. Tidak semua, karena tempat dan lahan sangat terbatas. Semua yang tinggal disini tidak dipungut biaya sepeserpun. Gratis. Bahkan tak jarang Nisha memberi bantuan bahan makanan untuk mereka. Tak hanya itu, disini juga ada tempat belajar dan tempat kursus. Nisha bertekad mengentaskan mereka dari kemiskinan. Memberi mereka pelajaran membaca menulis dan pengetahuan yang lain. Memberi pelatihan keterampilan. Supaya mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih layak di kehidupan selanjutnya setelah keluar dari tempat ini. Perumahan ini tidaklah permanen untuk mereka, tapi hanya sekedar tempat singgah sementara. Kalo sudah mendapat pekerjaan yang layak dan memiliki tempat tinggal mereka akan keluar darisini dan digantikan oleh penghuni-penghuni baru. Semua penghuni disini sangat menghormati Nisha, mereka mnganggap seolah Nisha adalah bidadari yang di utus Tuhan untuk menolong mereka.
Nisha termangu. Dia memikirkan apa lagi yang harus ia lakukan agar tempat ini batal digusur.
“Neng, saya pamit dulu, belum sholat dhuhur”.
Nisha tersadar.
“oh, iya, kang. Makasi ya informasinya. Bilang sama warga yang lain, gag usah panik. Saya pasti mempertahan kan tempat ini. Saya akan mencari cara supaya tempat ini tidak di gusir, dan kalian semua tetap bisa tinggal disini.”
“iya, neng. Terima kasih. Mari, neng”
Nisha tersenyum dan mengangguk. Lalu ia duduk di kursi kayu di depan salah satu rumah kayu. Ia terus memikirkan cara yang harus dia lakukan untuk membebaskan tanah ini dari incaran para konglomerat serakah itu. Bagaimanapun ia harus menyelamatkan tempat ini. Ia tidak akan rela begitu saja melihat tempat ini dihancurkan dan kemudian membiarkan mereka dengan leluasa membangun pusat perbelanjaan disini.
Tiba-tiba sebuah mobil mewah hitam sudah berhenti di depan Nisha. Seorang pria muda berkacamata hitam keluar dari dalam mobil dan duduk disamping Nisha.
“kamu masih disini rupanya, nish. Pulanglah. Tempat ini akan segera digusur. Percuma mau di tentang bagaimanapun, sanjaya group sudah memenangkan hak tanah ini. Tempat ini akan segera dihancurkan”
Nisha menatap kakanya, Faris. Ya, pria muda yang datang itu adalah kakak kandung Nisha.
“ bisa-bisanya kakak bilang gitu. Gag akan ada yang bis agusur tempat ini, kak. Aku akan melakuka apapun untk mempertahankan tempat ini. Ini milik warga disini, kak. Gag ada yang berhak mengusir mereka dari tempat tinggal mereka sendiri. Lagipula, bangunan ini legal dan bersertifikat koq”
“sertifikat tanah yang kamu pegang itu tidak jelas , nish. Kamu harus tahu itu”
‘apa maksud , kakak? Aku memiliki semua bukti kepemilikan tempat ini. Dan itu akan menunjukkan siapa yang berhak atas tanah ini. Kita akan lihat nanti.”
“nisha, dengarkan aku. Semua surat tanah yang kamu bawa itu dibuat oleh notaris palsu, sertifikat kamu palsu. Kakak sudah melakukan pemeriksaan ke tempat notaris yang kamu bilang tempo hari. Hak milk tanah ini ada pada sanjaya group, tanah inimilik mereka. Secara sah. Lihat ini, ini surat-suratnya. Dan asli.”
Nisha menerima map berisi surat-surat kepemilikan tanah yang ditunjukkan Faris. Ditelitinya lembar perlembar. Semua atas nama sanjaya group.
“bagaimana? Masih mau ngotot? Sudahlah Nisha, semua sudah berakhir. Semua usaha kamu akan sia-sia untuk mempertahankan tempat ini.”
‘gag.. gag mungkin. Aku gag percaya semua yang kak bilang. Semua itu pasti hanya akal-akalan orang-orang untuk membodohi Nisha. Jangan mentang-mentang kakak kuasa hukum sanjaya group lantas kakak meggunankan cara licik seperti ini untuk memenangkan hak tanah ini, kak. Aku gag akan nyerah. Aku akan tetap disini mempertahankan tempat ini. bahkan kalo sampai nyawa taruhanya, Nisha rela, kak.”
Nisha beranjak meninggalkan Faris. Dia sangat kecewa dengan kakaknya.
“Nish, Tunggu.”
Nisha berhenti, dadanya sesak. menahan tangis dan marah. Kecewa.
“mama minta kakak bawa kamu pulang, mama kangen. Mama kuatir...”
“bilang sama mama. Aku gag akan pulang sebelum orang-orang sanjaya itu mundur. Aku akan tetap tinggal disini dan memperjuangkan hak milik warga.”
“kamu ini kenapa keras kepala sekali sih? Memangnya imbalan apa yang sudah mereka beri buat kamu? Apa? Mereka hanya merepotkan. Ayolah, pulang saja. Jangan terus-terusan menyusahkan mama.”
“dengar ya, kak. Aku memang tidak mendapatkan apa-apa. Secara materi. Tapi aku bahagia. Aku senaang bisa membantu dan sedikit meringankan beban mereka. Dan itu lebih berharga dari pada uang sebanyak apapun. buat apa kita menikmati Uang banyak, hidup mewah. Tapi saudara-saudara kita masih banyak yang kelaparan dan kekurangan. Apa kak pernanh memikirkan nasib mereka? Aku gag mengharap imbalan apa-apa dari mereka,kak. Aku hanya ingin mereka hidup layak. Mereka itu juga manusia, butuh tempat tinggal, pakaian, makan. Kita selama ini hidup serba ada. Kita lupa kalo masih banyak orang-orang yang hidup susah. Miskin.”
Air mata Nisha tak terbendung lagi.
“kakak tahu, tapi biarlah mereka itu menjadi tanggung jawab pemerintah. Bukankah memang begitu seharusnya? Kamu tidak perlu susah payah mengurusi mereka. Apa yang kamu berikan ini sudah cukup. Nish, negara kita ini kaya. Pemerintah pasti punya alokasi dana khususlah untuk mereka. Jadi gag usah kamu buang-buang tabungan kamu untuk memenuhi kebutuhan mereka. Tugas kamu itu kuliah. Bukan mengurusi mereka.”
“pemerintah yang mana yang kakak bilang mau bertanggung jawab atas mereka? Yang suka gonta ganti mobil mewah? Yang suka menimbun emas di Bank? Yang mikirin diri sendiri itu?Mereka Cuma ngurusi dirinya dan keluarganya sendiri,kak. Mereka sudah lupa untuk siapa mereka bekerja. Untuk apa mereka duduk di kursi pemerintahan. Lagian,kalo kita mampu kenapa kita mesti nunggu pemerointah-pemerintah yang sangat bertanggung jawab itu?kakak bicara seolah gag tahu seperti apa mereka. Indonesia negara kaya. Apa? Aku benci dengar kalimat itu. Kekayaaan alam melimpah. Tapi nyatanya masih banyak rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan. Salah siapa, aku juga gag tau. Percuma kan punya banyak kekayaan tapi rakyatnya masih sengsara?miskin, gag punya tempat tinggal. Untuk makan saja susah. Sudahlah, kak. Lebih baik kakak pergi darisini, bilang sama orang-orang sanjaya. Kami semua tidak akan mengosongkan tempat ini. kami akan tetap disini.”
Faris sedikit terhenyak dengan semua yang dikatakan Nisha tadi. Benar juga.
“hmm, tapi Nish, mereka akan mendapat imbalan ganti rugi dari penggusuran tempat ini. itu yang tadi mau kakak omongin sama kamu”
“imbalan? Imbalan apa yang mereka tawarkan?rumah baru?uang?”
“uang”
“berapa ratus juta uang yang akan kami terima dari penggusuran ini?”
“hei, tidak mungkin sebasar iti nominalnya..”
“lantas?berapa puluh juta?”
Nisha melipat tanganya di dada. Sambil tersenyum agak mengejek. Hatinya sungguh dongkol. Jilbabnya yang lebar, berkibar di terpa angin.
“realistis sajalah, Nish. Tidak mungkin sebasar itu uang yang kami tawarkan. Nilai yang pantas untuk rumah papan seperti ini. kami juga akan menambah sedikit pesangon, ya untuk mereka makan sebualn cukuplah.”
Nisha menatap kakaknya tajam. Kakak yang dulu dia banggakan karena kepandaianya, kini mendadak membuatnya muak.
“bangunan ini memang Cuma papan, kak. Tapi lihat,senyum mereka. Kenyamanan mereka berada disini. Itu yang gag akan tergantikan. Bagi mereka ini bukan hanya sekedar rumah papan yang sempit. Tapi ini adalah surga mereka, tempat mereka istirahat, tempat mereka berlindung, berkumpul dengan keluarga. Apa kakak gag mikir kaya gitu apa? Apa kakak pikir mereka Cuma butuh makan sebulan?Trus selanjutnya? Picik sekali kakak ini. kakak kan lebih pintar dari Nisha, mestinya pikiran dan hati kakak lebih terbuka. Jangan mengambil keuntungan dari penderitaan mereka, kak. Akub tahu kakak melakukan ini semua karena pekerjaan kakak, kan. Kakak memang professional. Sampai-sampai kakak mengorbankan hati nurani kakak sendiri.”
Nisha duduk kembali. Tubuhnyamulai bergetar karena tangis. Kecewa, marah, sedih. Bercanpus jadi satu.
“nisha, kakak sudah bilang kan. Mereka tanggung jawab pemerintah. Kita tidak usah ikut campur...”
“entahlah. Bagaimana aku menjelaskan pada kakaka. Apa kata-kataku tadi sulit untuk dipahami orang secerdas kakak? Yang jelas, aku merasa aku bisa membantu mereka. Apa sich yang sudah dilakukan pemerintah untuk mereka?memberi mereka tempat tinggal?pekerjaan?. aku malu. Mereka yang tinggal disini, selalu bekerja keras memeras keringat mereka untuk menyambung hidup. Dan mereka, yang kakak bilang bertanggung jawab atas hidup mereka mana peduli. Mereka menganggap kekuasaan dan tanggung jawab mereka itu sebagai ladang uang. Tanpa peduli akan hodup orang-orang kecil di bawahnya. Apa yang mereka tanggung?”
Nisha mengusap airmatanya dengan ujung jilbab.
Air matanya kian deras. Sungguh. Hatinya pilu saat ini.
“Nisha mohon, kak. Bantu Nisha menolong mereka. Mereka juga saudara-saudara kita. Mereka butuh bantuan kita. Bukan hanya menunggu pemerintah memperhatikan nasib mereka. Nisha, mohon...”
Faris memeluk adiknya. Sejujurnya dia juga peduli.
“apa yang kakak bisa bantu? Proyek ini sudah hampir berjalan. Pembangunan sudah siap di mulai,,,”
“kakak bisa menggagalkan proyek ini. entah bagaimana caranya. Coba kakak bayangkan berapa orang yang akan dirugikan dengan proyek ini. proyek ini Cuma milik seorang. Seorang yang merasa hebat dan berkuasa. Padahal dia itu serakah dan egois.”
“Nisha! Jangan bicara tidak sopan. Sanjaya itu papa kita. Kamu harus jaga omongan kamu.”:
“aku tahu. Tapi aku tidak sedang membicarakan dia sebagai papa kita, kak. Sebagai seorang ayah dia berwibawa dan bertanggung jawab pada keluarga. Tapi Sanjaya sebagai pemilik tunggal sanjaya group. Yang berkuasa dan serakah. Dan hampir merampas kehidupan banyak orang. Sudahlah,kakak pulang saja. Aku akan jaga diri. Salam buat mama. Semoga sehat selalu. Nisha juga kangen. Kalo masalah ini slese Nisha pasti akan segera kembali.”
Nisha mengankat kepalanya, mengusap sisa airmata di ujung kedua matanya.
“Nisha, sekarang kakak sadar dan mengerti kenapa kamu sampai bersikeras mempertahankan tempat ini. semua yang kamu bilang tadi membuat kakak berpikr. Kamu benar. Mereka juga berhak hidup layak seperti orang lain. Kakak bangga sama kamu, kamu sangat peduli dengan orang lain. Kamu sangat teguh dan semangat. Kakak janji, kakak akan bicara dengan papa. Kakak akan berusaha membuat papa mengurungkan niatnya. Kakak janji.”
Nisha sangat terkejut. Dia langsung memeluk kakaknya.
“subhanallah, kakak terimakasi. Nisha senang sekali. Nisah tau kakak gag mungkin membiarkan semua begitu saja. Tapi inget ya,kak. Jangan bialng papa ada Nisha disini. Nisha takut itu malah akan membuat papa meremehkan kepemilikan tanah ini kalo tahu Nisha yang megang.”
“kakak janji gag akan ngomong apa-apa soal kamu. “
“terima kasih kakakku..”
“eh, sejak kapan kamu pakai jilbab? Tadi kakak sampai pangling lho. Kiraen ustadzah siapa. Terakhir kssini bulan lalu kan belum begini.”
“iya, kak. Baru dua mingguan ini dipake jilbabnya. Belajar menjadi muslimah yang baik. Menutup aurat itu wajib. Kakak juga, sholat yang rajin. Jangan kerja mulu.”
“iya, ustadzah. Hahhhaa. Ya sudah, kakak harus kembali ke kantor. Masalah ini harus segera di bicarakan dengan papa.”
“oke. Nisha tunggu kabar baik dari kakak.”
Faris tersenyum lalu masuk ke mobil dan pergi.
Nisha sedikit lega. Meski belum mendapat titik terang dari papanya, tapi Faris bisa diandalkan. Nisha tersenyum penuh yakin. Dia segera mengabarkan berita baik itu kepada seluruh warga yang sedang berkumpul di rumah salah seorang dari mereka. Kabar itu tentu disambut gembira. Melihat kegembiraan itu, Nisha semakin yakin kalo kakaknya pasti berhasil membujuk papanya. Pasti bisa. Senyumm mereka selalu membuat Nisha semangat dan optimis.
Dua hari kemudian...
Brrrrmmmm...
Brrrrmmmm....
Brrrmmmmm...
Suara bising membuat warga keluar dari rumah masing-masing. Termasuk Nisha yang sedang mengajar. Nisha melihat sebuah mobil besar, bukan truck atau mobil box yang biasa mengantar makanan untuk warga. Buldozer. Ya, itu mobil buldozer yang biasa menghancurkan bangunan-bangunan dan digunankan untuk penggusuran.
Astaghfirullah...
Jangan jangan..
Nisha panik. Begitu juga warga. Dia tercengan dan tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Kakak, apa yang terjadi? Apakah ini berarti...
“neng, gawat..mereka datang untuk menghancurkan tempat ini. mereka meminta kita segara pergi dari tempat ini.”
“Astaghfirullahal ‘adhim, beri hamba-Mu ini kekuatan menghadapi mereka...”
Gumam Nisha dalam hati. Ia segera menyusul warga yang sudah terlebih dulu berkumpul di depan perumahan menolak penggusuran ini. mereka berteriak menolak pergi dari tempat ini. mereka bersikeras mempertahankan rumah mereka. bahkan beberapa ibu-ibu dan anak-anak menangis iba. Ya Allah, kuatkan kami. Suasana benar-benar ramai. Suara teriakan warga. Suara bising mesin mobil yang meraung-meraung.
Ah, suara mesin ini membuat telingaku sakit. Bahkan hatiku pun kesal mendengarnya, seperti seekor macan yang hendak mencabik seekor kelinci kecil tak berdaya.
“PERHATIAN!!!!”
Tambah lagi suara dari TOA. Seorang laki-laki tinggi besar berteriak memekakkan telinga.
“Tempat ini akan segera digusur. Cepat kemasi barang-barang kalian sekarang juga. Jangan ada yang melawan karena kami tak segan-segan bertindak kasar. Tempat ini bukan milik kalian lagi. Jadi, cepat menyingkir darisini. SEKARANG JUGA!!!!!”
Nisha geram mendengar kata-kata tidak pantas itu. Orang itu meyuruh warga pergi seolah mengusir pembantu dari rumah majikanya. Seolah mengancam tahanan polisi yang mencoba untuk melarikan diri. Terik matahari membuat suasana kian terasa panas.
“kami tidak akan pergi dari rumah kami. Kami akan tetap disini apapun yang terjadi. Bukan kalian yang memberi kami tempat tinggal ini. tapi seorang malaikat yang dikirim tuhan untuk menyelamatkan kami. Dia yang berjuang mati-matian mewujudkan tempat ini. yang mengerti kesusahan kami. Bukan kalian yang serakah. Kalian tidak berhak mengusir kami.”
Teriak seorang warga. Membuat Nisha sedikit terhenyak, karena sepengetahuanya warga disini sangat takut berhadapan dengan orang yang berkuasa. Teriakan itu di ikuti oleh warga yang lain. Suasana kembali ricuh.
“baiklah. Kalo itu memang mau kalian. Tapi kalian tidak akan bisa menghentikan tugas kami untuk menghancurkan tempat ini. hancurkan rumah-rumah itu sekarang juga!!!”
Mobil raksasa itu muali bergerak maju mendekati perumahan warga. Warga berteriak marah. Begitu juga Nisha. Dia langsung maju ke barisan depan dan berteriak.
“HENTIKAN!!!!!!”
Suara Nisha sangat lantang hingga terdengar diantara bising mesin dan gemuruh teriakan warga. Mesin berhenti. Semua mata kini tertuju pada gadis berjilbab itu. Matanya basah oleh airmata. Tapi terik matahari dan debu tak memadamkan semangatnya. Sanjaya sangat terkejut. Sebab setelah diamati lebih detail gadis itu adalah putrinya. Dia sama sekali tidak tahu menahu akan keberadaan Nisha disini. Sengaja tidak ada yang memberi tahunya. Sanjaya, sedikit ciut. Dia sampai tidak bisa berucap sepatah katapun. Apalagi Faris, dia yang berdiri disamping papanya hany menunduk dan sesekali menatap Nisha. Maafkan kakak, Nish.
“hentikan. Kalian tidak berhak menghancurkan tempat ini. perumahan ini atas nama kami. Jangan mengambuil apa yang menjadi hak orang lain.”
Nisha berteriak lantang. Sama sekali tidak terdengar takut. Ia mengatur nafasnya yang sedikit terengah-engah.
“tuan Sanjaya yang terhormat, anda sudah keterlaluan. Selama ini kami tidak hanya diam dengan isu akan dibongkarnya tempat ini. apapun yang akan anda lakukan, ganti rugi apapun yang anda berikan, kami tidak akan berubah pikiran. Kami akan tetap berjuang mempertahankan tempat ini. karena ini rumah kami. Tempat kami tinggal. Tempat berlindung setelah lelah seharian bermandi panas terik matahari. Lihatlah mereka, mereka juga manusia yang berhak mempunyai tempat tinggal yang layak seperti kita. Anak-anak kecil itu. Yang seharusnya mendapat kesempatan belajar di sekolah, justru harus bekerja untuk membantu menghidupi keluarga mereka. Mereka tidak punya sanak saudara lagi. Apa anda juga mau mengambil rumah mereka ini? Apa tuan-tuan semua pura-pura tidak tahu?dimana rasa kemanusiaan kalian? Dimana rasa iba dan peduli kalian?”
semakin menggebu. Suasana menjadi hening. Suara Nisha yang lantang di iringi isak tangis membuat sebagian warga turut menitikkan air mata. Sanjaya dan rombonganya masih diam. Entah apa yang ada di pikiran sanjaya melihat gadis yang sedang menentangnya itu adalah putrinya. Putri kandungnya. Kalo dia orang lain, mungkin sekarang dia sudah menyuruh anak buahnya untuk menyingkirkanya.
DOOORRRRR...
Tiba-tiba suara letusan pistol memecah suasana yang seketika tadi menjadi hening.
Semua terhenyak. Siapa yang ditembak?
Nisha tersungkur.
Dia memegang dadanya yang tersasa ngilu, tangany berlumuran darah. Dia tertembak. Peluru Seorang anak buah Sanjaya yang semula bermaksud memberi peringatan mengenai Nisha. Tepat di dadanya. Warga langsung berhamburan ke arah Nisha. Semua kaget.
“goblokkk!!! Siapa yang menyuruhmu menembak?? Dia putriku. Dasar goblokkkk”
Sanjaya panik dan menjadi kalap. Dia berkali-kali memukul anak buahnya yang ceroboh itu. Lau berlari menuju Nisha yang sudah di kerumuni warga.
Faris memeluk adiknya yang sudah terkulai. Gamis dan bajunya di banjiri darah.
“Nisha, bertahanlah. Kita ke rumah sakit sekarang.”
Nisha menggeleng lemah. Lau menatap papanya. Sanjaya menangis penuh sesal.
“pa..Nisha mohon untuk yang terakhir kalinya, hentikan...biarkan mereka disini, pa...”
“iya, Nish. Papa akan hentikan semua. Papa akan berikan tempat ini kembali untuk mereka. Demi kamu..”
Nisha tersenyum. Seolah ingin mengucapkan terimakasih. Suasana yang tadi panas menjadi sangat memilukan. Semua warga menangis sedih.
“Nisha, kamu jangan pergi. Jangan pergi. Mama menunggu kamu di rumah.”
Mama. Sudah sebulan ini Nisha tidak bertemu mamanya.
“mama... Nisha kangen sama mama, kak..sampaikan.. maafku sama..mama. Nisha kangen..”
Air mata Nisha menangis deras. Suaranya kian lirih. Matanya kian meredup.
“bertahanlah, Nish...”
Mata Nisha menatap warga. Lalu tersungging senyum. Senyum yang sangat lemah. Tidak seperti senyum Nisha yang biasanya.
“terima kasih semua..pa, Nisha sayang papa..mama..”
Sepi. Lalu tak terdengar lagi suaranya. Bahkan nafasnya pun tak terasa berhembus. Nisha.
“Nishaaaaaaaaaaaaaaa...”
Teriak Faris sambil memeluk tubuh adiknya. Tangis warga pecah. Tersedu-sedu. Mereka kehilangan orang yang sangat mereka cintai. Orang yang telah memberi mereka semangat untuk terus berjuang. Bertahann hidup. Bekerja keras. Gadis belia yang rela meninggalkan kemewahan hidupnya untuk tinggal bersama meraka. Gadis yang selalu ceria dan menebar senyum kasih sayang. Gadis yang kukuh memperjuangkan hak mereka. Bahkan sampai di akhir hidupnya pun dia masih berjuang untuk mereka.
Selamat jalan, Nisha.
Semoga kau bahagia disana.
Terima kasih telah mengingatkan kami bahwa hidup adalah perjuangan.

0 komentar:

Posting Komentar